Otonomi Daerah dan Indonesia Serikat Mangunwijaya
Mangunwijaya menatap Indonesia jauh di masa depan. Kebutuhannya: Indonesia harus berbentuk serikat! |
Setelah Orde Baru terguling, situasi politik Indonesia kacau. Banyak orang tidak percaya lagi dengan sistem negara yang sentralistik. Tentu saja, sikap itu adalah konsekuensi mutlak dari penerapan sistem sentralisasi otoriter selama tiga dekade. Slogan "menjalin persatuan dan kesatuan" seolah menjadi mantra mistis yang angker dan perlu dibasmi. Keterpusatan mutlak harus berakhir.
Banyak tokoh menyuarakan pandangannya tentang bentuk negara. Salah satunya adalah Mangunwijaya. Imam diosesan yang mengabdi kepada Keuskupan Agung Semarang ini sudah banyak terlibat dalam penegakan kemanusiaan selama tangan besi kuning berkuasa: di bantaran Code, di calon Kedung Ombo, di Grigak pinggir laut yang kesulitan air, dan sebagainya.
Mata kemanusiaan Mangunwijaya melihat bahwa sudah bukan saatnya Indonesia bersistem memusat ke Jakarta. Ada saatnya Indonesia harus berani membentuk federasi, negara serikat, atau "apapun namanya". Cita-cita mulia Romo Mangun sudah tertutup, dengan adanya amandemen UUD 1945, yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak akan berubah bentuk. Boleh dikatakan bahwa Otonomi Daerah yang terlaksana sekarang ini adalah "jalan tengah" untuk menyeimbangkan gagasan kesatuan dan gagasan federalisme.
Meski demikian, gagasan Mangunwijaya masih dirasakan oleh banyak orang sebagai suatu jawaban atas khaos politik di Indonesia, bahkan saat kita sudah masuk masa pascareformasi. Benarkah? Bagaimanakah gagasan Romo Mangun atas federalisme Indonesia? Lalu, apakah Otonomi Daerah juga mampu menjawab persoalan di Indonesia sebagaimana yang Romo Mangun idamkan?
Otonomi Daerah
Rapat DPR tahun 1999, tahun disahkannya undang-undang otonomi daerah.
·
Otonomi diperikan oleh KBBI
(Edisi Daring) sebagai ‘pemerintahan sendiri’.[1]
Kata ini berasal dari kata Yunani kuno αὐτονομῐ́ᾱ [autonomíā], yang berarti
‘kebebasan untuk menggunakan hukumnya (νόμος) sendiri (αὐτός)’.[2]
Dengan demikian, otonomi dapat diartikan sebagai pengaturan sendiri, mengatur
sendiri atau memerintah sendiri. Otonomi daerah adalah hak dan kewenangan
pemerintah setempat untuk mengatur sendiri masyarakat beserta
kepentingan-kepentingannya[3]
·
Asas-asas otonomi daerah,
sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 23 Tahun 2014 pasal 1, adalah a) desentralisasi,
penyerahan wewenang dari pusat kepada daerah; b) dekonsentrasi, sebagian
wewenang pusat menjadi milik gubernur; c) tugas pembantuan,
penugasan daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintah pusat,
baik dari tingkat nasional ke provinsi atau dari provinsi ke kabupaten.[4]
·
Tujuan otonomi daerah
adalah, di antaranya, meningkatkan pelayanan kepasa masyarakat, mengembangkan
kehidupan masyarakat berdasarkan demokrasi, mewujudkan keadilan sosial,
pemerataan kesejahteraan di daerah-daerah, memelihara hubungan vertikal pusat-daerah,
memberdayakan masyarakat, membuka prakarsa dan kreativitas masyarakat, dan
semakin melibatkan masyarakat dan DPRD.[5]
·
Hak dan Kewajiban dalam
otonomi daerah diatur dalam UU No 32 Tahun 2004 Pasal 21—22 sebagai berikut:[6]
o Hak
§ Mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahnya
§ Memilih
pemimpin daerah
§ Mengelola
aparatur daerah
§ Mengelola
kekayaan daerah
§ Memungut
pajak dan retribusi daerah
§ Mendapat
bagian dari hasil pengelolaan sumber daya di daerah
§ Mendapatkan
pendapatan daerah secara sah
§ Dan
lain-lain, sebagaimana diatur selanjutnya dalam undang-undang
o Kewajiban
§ Melindungi
masyarakat
§ Menjaga
persatuan dan kesatuan negara
§ Meningkatkan
kualitas hidup masyarakat
§ Mengembangkan
demokrasi
§ Mewujudkan
keadilan dan pemerataan
§ Meningkatkan
pelayanan pendidikan
§ Menyediakan
fasilitas kesehatan, sosial, dan fasilitas umum yang layak
§ Mengembangkan
sistem jaminan sosial
§ Menyusun
rencana dan tata ruang daerah
§ Melestarikan
lingkungan hidup
§ Mengolah
administrasi kependudukan
§ Melestarikan
nilai sosial budaya
§ Menyelesaikan
urusan wajib lainnya sebagaimana diatur dalam UU
·
Otonomi daerah yang berlangsung sejak
reformasi telah banyak mengubah wajah Indonesia. Pembangunan kini menjadi hak
masing-masing daerah. Ini tentu menguntungkan. Pemerintah daerah menjadi lebih
bebas mengembangkan daerah sesuai kekhasan dan kebutuhan masyarakatnya. Hal ini
berpotensi memperkuat rasa persatuan antardaerah di Indonesia.
·
Namun, dalam bidang-bidang tertentu,
otonomi daerah memiliki kelemahan. Daerah yang terlalu banyak dan berjauhan
menyulitkan pengawasan. Pemerintah daerah rawan menjadi golongan “priyayi”
baru, dan justru menyebabkan ketimpangan kesejahteraan di masyarakat. Kekayaan
hanya mengalir ke golongan atas di daerah-daerah. Kesejahteraan memang merata
di seluruh negeri, tetapi yang menikmati tidak semua lapisan masyarakat.
Indonesia Serikat menurut Mangunwijaya
2045, Indonesia sudah siap jadi negara serikat! |
Mangunwijaya, pada
masa-masa reformasi, sering mengutarakan wacana pengubahan bentuk Indonesia,
yang tadinya kesatuan, menjadi “negara sistem federal, atau apalah namanya…
otonomi-penuh propinsi (sic!)”. Negara federal yang dimaksud Romo Mangun adalah
negara yang bersusun “beragam namun satu”.[7] Federasi
yang dimaksud tidak sekadar menjiplak Republik Indonesia Serikat tahun 1950 atau
Amerika Serikat, tetapi berdasarkan semboyan negara Indonesia sendiri: Bhinneka
Tunggal Ika.
Romo Mangun
mengatakan bahwa sudah saatnya Indonesia beralih dari bentuk integralistik ke
federasi, setidaknya tahun 2045.[8] Romo
Mangun mengandaikan bahwa pada ulang tahun kemerdekaannya yang keseratus,
Indonesia sudah cukup dewasa untuk mengambil bentuk federalistik. Bentuk
sentralistik yang dianut sekarang (atau, semasa Romo Mangun masih hidup, zaman
Orde Baru) jika terlalu lama dipertahankan justru akan membahayakan kesatuan
Indonesia. Romo Mangun mencontohkan Serbia Raya yang sentralis justru
menimbulkan gerakan separatis Yugoslavia yang sudah pecah menjadi negara-negara
terpisah di semenanjung Balkan.[9]
Mengapa federasi
dibutuhkan? Menurut Romo Mangun, orang muda saat ini sudah tidak tertarik lagi
dengan ide kesatuan otoriter, sebagaimana pernah diterapkan Soeharto. Mereka
sudah banyak dipengaruhi oleh kebebasan dari Barat, khususnya Amerika. Bahkan,
kaum muda mulai meragukan demokrasi. Bagi kaum muda, negara Indonesia yang
terpencar-pencar dengan penduduk 200 juta jiwa ini tidak mungkin diperintah
secara efektif dengan sistem demokrasi, apalagi otoriter. Apalagi, demokrasi
membutuhkan rakyat yang sudah seluruhnya berpendidikan.[10]
Berdasarkan
persoalan otonomi daerah di atas, gagasan Romo Mangun ini dapat sekaligus belum
menjawab permasalahan.
·
Pemberian kewenangan membangun daerah
sepenuhnya ada di tangan pemerintah daerah. Ini adalah solusi yang baik untuk
Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas dengan pulau-pulau terserak di
atas lautan. Tidak lagi perlu menunggu perintah dari pusat. Pengawasan ada di
tingkat negara-negara bagian, sehingga jalannya pemerintahan tidak perlu
mengandaikan pengawasan dari pusat.
·
Apabila daerah-daerah dipecah menjadi
pemerintah-pemerintah tersendiri, mungkin akan menguntungkan karena pemerintah
bisa membentuk dirinya sesuai keadaan adat dan budayanya sendiri. Akan tetapi,
tidak semua daerah memiliki sumber daya yang sama dan bentuk geografis yang
mendukung federalisme. Pedalaman Kalimantan dan Papua atau kepulauan di Natuna
dan Sangihe tentu akan kesulitan melaksanakan hal ini, karena jarak yang jauh
dan sulitnya pembangunan.
·
Meski kekayaan akan lebih merata,
kerusakan yang dihasilkan oleh pembangunan akan lebih merata pula. Jika semua
daerah membangun tanpa ada yang mengatur atau tanpa adanya grand-design,
justru alam Indonesia yang menjadi korban. Tidak ada kekuatan yang cukup
berkuasa untuk mengatur jalannya semua dari atas secara terpadu.
·
Dewasa ini, di negara-negara Barat yang
menganut kebebasan, justru sedang terjadi kegoyahan politik dan sosial, bahkan
ekonomi. Negara yang otoriter, seperti Tiongkok dan Viet Nam, justru sedang
meningkat kesejahteraannya. Sistem kebebasan, federasi, dan demokrasi penuh,
sedang diragukan kemampuannya. Terlebih, saat Amerika Serikat “kecolongan”
dengan menangnya Donald Trump pada 2016. Ini membuktikan bahwa federasi dan
demokrasi tidak selalu menjadi pilihan yang terbaik.
Perbedaan dan Persamaan Otonomi Daerah dan Federasi (Mangunwijaya)
·
Persamaan
o
Kekuasaan untuk mengatur jalannya
kepemerintahan ada di daerah.
o
Keputusan-keputusan, sebagian atau
sepenuhnya, tidak dicampuri oleh pusat.
·
Perbedaan[11]
o
Otonomi daerah masih mengandaikan pengawasan
dari atas, sementara federasi memiliki sistem pengawasan sendiri di daerah.
o
Hukum yang ditetapkan federasi bisa jadi
berbeda-beda di tiap negara bagian, sementara hukum di daerah otonomi harus
tetap tunduk terhadap hukum di tingkat nasional.
o
Negara kesatuan memiliki undang-undang
dasar (konstitusi) di tingkat nasional, sementara negara federal memiliki
undang-undang dasar di tingkat negara bagian.
o
Institusi seperti kepolisian, pengadilan,
dan sebagainya, di negara federasi, berbeda-beda di setiap daerahnya. Di negara
kesatuan, semua darah memiliki institusi yang sama.
o
Dalam negara federasi, hubungan antara
negara bagian dengan negara federal adalah perjanjian dan kesepakatan;
sementara dalam negara otonomi, hubungan daerah dengan pusat tidak ada, karena sejak
awal berdirinya negara, daerah diasumsikan sebagai bagian utuh dari negara.
[1] Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi daring), diakses
pada 7 Februari 2022, 17:35 WIB,
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/otonomi.
[2] https://www.etymonline.com/word/autonomy,
diakses pada 7 Februari 2022, 17:37 WIB.
[3] Arum Sutrisni Putri, “Pengertian
Otonomi Daerah dan Dasar Hukumnya”, Kompas.com, 16 Desember 2019, diakses
pada 7 Februari 2022, 17:39 WIB, https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/16/110000069/
pengertian-otonomi-daerah-dan-dasar-hukumnya?page=all.
[4] Wida Kurniasih, Pengertian
Otonomi Daerah: Tujuan, Prinsip, Asas, dan Landasan Hukum,
diakses pada 7 Februari 2022, 18:06 WIB, https://www.gramedia.com/literasi/otonomi-daerah/.
[5] Ibid.
[6] Serafica Gischa, “Otonomi
Daerah: Definisi, Asas, Tujuan, Hak dan Kewajibannya”, Kompas.com, 6
Februari 2020, diakses pada 7 Februari 2022, 18:06 WIB, https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/160000769/
otonomi-daerah-definisi-asas-tujuan-hak-dan-kewajibannya
[7] Y.B.
Mangunwijaya, “Republik Indonesia Abad Ke-21”, Kompas, Jumat 19 Juni 1998.
[8] Chambert-Loir Henri, “Yusuf Bilyarta Mangunwijaya
(1929-1999)”,
dalam
jurnal Archipel (tulisan asli berbahasa Prancis),
volume 59, 2000, hlm. 3—7.
[9] “Umur Pendek Negara Jawa Timur”, Tirto.id, https://tirto.id/bBLD, diakses pada
10 Februari 2022, 11.16 WIB.
[10] Y.B. Mangunwijaya,
“Demokrasi Tak Pernah Jatuh dari Langit”, The Jakarta Post (tulisan asli
dalam bahasa Inggris), 5 Maret 1997.
[11] Indah Sari, “Federal
Versus Kesatuan: Sebuah Proses Pencarian terhadap Bentuk Negara dalam
Mewujudkan Otonomi Daerah”, dalam Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Volume
5 No.2, Maret 2015, hlm. 43—46.
Komentar
Posting Komentar