Teresia Benedikta dari Salib (Edith Stein) - Riwayat Singkat dan Ajarannya
Halo!
Zaman ini, orang sering mempertentangkan akal budi dengan iman. Padahal, dua hal itu adalah sahabat akrab, yang menemani manusia sejak awal mula sejarahnya di dunia. Banjir paham yang terjadi sejak abad lalu menyisakan manusia ada di atas perahu yang terombang-ambing kebingungan. Edith Stein, penikmat fenomenologi, memberikan kita peta dan arah menuju ke tempat perlindungan, menembus arus gelombang ketidakpastian dunia ini. Kemartiran Edith Stein menyirami hati kita bertumbuh dalam iman dan budi.
Pakaian biara untuk jiwa yang haus akan kebenaran. |
Edith Stein, dengan nama biara Teresia Benedikta dari Salib, kiranya adalah tokoh teladan abad ini. Seorang perempuan emansipatif, mempertemukan antara akal budi dan iman pada zaman modern ini. Kemartirannya adalah lambang kerinduan hatinya untuk bertemu dengan Sang Kebenaran di ufuk timur.
Riwayat Singkat
Edith (Teresa) Hedwig Stein dilahirkan
di Breslau, Silesia (sekarang Wrocław, Polandia) pada 12 Oktober 1891, tepat
pada Hari
Raya Pendamaian dalam tradisi Yahudi. Ayahnya bernama Siegfied Stein. Ibunya
bernama Augusta Stein-Courant. Edith adalah anak bungsu dari sebelas bersaudara. Ayah Edith adalah seorang
pengusaha kayu. Namun, Ayah Edith meninggal ketika Edith berusia dua tahun,
tersebab serangan jantung. Ibu Edith kemudian mengambil alih usaha perkayuan
yang ditinggalkan suaminya.
Keluarga Stein, 1895. Edith paling bawah. Foto ayahnya 'tempelan' saja. |
Edith
dilahirkan dalam keluarga keturunan Yahudi. Ibunya menjalankan tradisi agama
Yahudi dengan taat. Ia selalu pergi ke sinagoga pada hari-hari raya. Akan
tetapi, anak-anaknya tidak dengan ketat
menghayati hidup keagamaan.
Pada
usia enam tahun, ia masuk ke sekolah dasar. Ia dapat masuk ke sekolah itu
karena kecerdasan dan usahanya dalam belajar. Ia hampir selalu meraih juara di
kelas. Pada usia kira-kira 13 tahun, Edith kehilangan ‘iman masa kecilnya’. Ia
tidak memahami Tuhan sebagai pribadi. Pada
usia 20 tahun,
ia mulai kuliah di Breslau. Karena kurang puas akan mata kuliah di Breslau,
Edith kemudian mengikuti perkuliahan dari tokoh fenomenologi terkemuka, Edmund
Husserl, di Göttingen. Pada masa Perang Dunia Pertama, Edith membaktikan diri
sebagai perawat Palang Merah di Austria. Setelah ia memulai kembali
perkuliahannya, pada umur 26 tahun, ia lulus dari universitas dengan predikat summa
cum laude.
Edith muda: mencari kebenaran, dan bersenang-senang! |
Kehidupannya
mulai berputar setelah ia, tidak sengaja, membaca biografi Santa Teresia dari
Avila, semalam suntuk di rumah sahabatnya, Hedwig Martius. Dari situ, ia mendapatkan
‘pencerahan’ tentang kebenaran. Tertarik untuk lebih mengenal Kristus (terlebih, hidup membiara), ia
mengajar di sekolah milik suster Dominikan di Speyer, Jerman. Sambil mengajar,
ia mengikuti pelajaran agama, sebagai persiapan baptis. Ia kemudian dibaptis
pada 1 Januari 1922 di Katedral Speyer.
Meski
lama mengabdi di sekolah Dominikan, ia tetap tertarik untuk hidup di biara
Karmel. Setelah 10 tahun mengajar dan menjadi dosen di Institut Münster, Edith
menerima jubah biarawati Karmel, pada 15 April 1934. Ia bergabung dengan biara
Karmel Tak Berkasut di Köln, Jerman. Ia menggunakan nama biara: Teresia Benedikta dari
Salib.
"Nona Profesor": mengajar di sekolah, sambil diajar oleh Tuhan. |
Nazi, partai pimpinan Adolf Hitler, mulai mengganas sekitar tahun 1930-an. Atas perintah Nazi, orang-orang Yahudi ditangkap, lalu dibawa ke kamp konsentrasi atau dideportasi. Karena itu, Edith (bersama dengan Rosa, kakaknya) pindah ke biara Karmel di Echt, Belanda. Nahas, Belanda kemudian diduduki oleh tentara Nazi pada 1938. Edith dan Rosa hendak mengungsi lagi ke Swiss. Akan tetapi, sebelum izin perpindahan turun, Edith ditangkap pada tanggal 2 Agustus 1942. Edith dan Rosa ditempatkan di kamp Amersfoort, Belanda. Kemudian, beturut-turut, mereka berdua pindah ke Westerbork, lalu ke Auschwitz. Edith ‘dianggap’ meninggal pada 9 Agustus 1942.
Edith
Stein dibeatifikasi pada 1 Mei 1987 oleh Paus Yohanes Paulus II; dan tanggal 11
Oktober 1998, oleh paus yang sama, Edith diangkat menjadi seorang santa.
Ajaran
Ave Crux, spes unica (Salam Salib,
semengga harapan), merupakan ungkapan rasa cinta Edith Stein kepada Yesus yang tersalib.
Dia tidak hanya mengungkapkan cetusan rasa cintanya ini, tetapi juga ikut ambil
bagian dalam derita penyaliban Yesus. Ajaran ini bukan berasal dari St. Yohanes
dari Salib, seperti dugaan banyak orang. Edith hanya ingin menyatukan intisari ajaran
St. Yohanes dari Salib dengan pengetahuannya. Menurut Edith, salib atau derita
Kristus berada pada pusat seluruh kehidupan rohani, dan sangat erat kaitannya
dengan doa. Baginya, salib telah bersinar sejak kelahiran Yesus di palungan
Betlehem. Kita hanya bisa menerima dan mencintainya bila kita mengenal-Nya
secara mendalam dan ikut serta dalam derita Kristus.
Mengaitkan cinta ilahi dengan cinta filosofis. |
Setiap orang berasal dari Allah dan berada dalam
perjalanan menuju Allah. Kristus adalah Allah dan manusia. Barangsiapa mau ikut
ke dalam hidup-Nya, harus mengambil bagian dalam hidup-Nya, baik yang ilahi
maupun yang manusiawi. Karena kodrat manusiawi diambil-Nya, Dia dapat menderita
dan wafat. Karena kodrat ilahi-Nya, penderitaan dan kematian mendapat nilai
yang tak terhingga serta kekuatan penebusan yang tak ternilai. Ini bisa
dikatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Lalu, di
manakah wujud konkret manusia yang sempurna? Gambaran Allah berjalan di antara
kita dalam wujud manusia, dalam Putra Manusia, Yesus Kristus. Allah berada pada
diri kita masing-masing, dan itu adalah Allah Tritunggal.
Edith dan Rosa: kakak beradik yang memanggul salib ke puncak Auschwitz. |
Salib merupakan pengorbanan cinta. Untuk mengangkat
manusia dari lumpur dosa, Allah mengutus Putra-Nya ke dunia. Hanya karena
cinta, Yesus menjalankannya sampai tuntas dan wafat di kayu salib. Salib
Kristus merupakan hidup dalam solidaritas dengan semua orang yang menderita.
Untuk menderita bersama Kristus, kita harus masuk ke dalam kesatuan dengan
semua orang yang menderita dan memberikan kemenangan akhir pengharapan dan
cinta. Cinta akan Yesus akan memampukan kita untuk mencintai sesama, secara
khusus mereka yang mengalami salib hidupnya. Cinta dari orang-orang yang
mencintai Kristus tidak pernah berakhir dan tidak pernah pudar.
Relikui bajunya: tanda setia sampai mati. |
Edith berani memanggul salib yang diberikan kepadanya dan kepada kaumnya. Ia sendiri mengetahui saat kaumnya dikejar-kejar oleh Nazi. Ia sendiri dengan rela memanggulnya. Dalam perjalanannya ke Auschwitz, ia melakukan silih untuk orang-orang ateis, rekan-rekan Yahudi, penganiaya Nazi, dan semua orang yang tidak memiliki Allah dalam diri mereka. Pengetahuan Salib hanya dapat dipahami ketika telah memahami Allah secara mendalam, memahami diri sendiri, mengalami derita salib hidup kita sendiri dan juga orang lain, melibatkan diri secara sungguh sungguh ambil bagian dalam salib Kristus.
Komentar
Posting Komentar