Tentang Pakaian Biara

Whoa! First post! 

Hai! Di cerita pertama ini aku mau cerita pengalamanku tentang pakaian hidup membiara, alias jubah, dalam tradisi Ordo Karmel.

Tentu dong, yang namanya biarawan punya pakaian kebiaraan yang menjadi ciri khas ordo/tarekatnya. Waktu pemberiannya pun berbeda-beda. Ada yang waktu masih novis (calon), ada yang habis kaul baru dikasih..., dan lain-lain. 

Jubah novis. Masih berupa tunika.


Nah, ketika aku masuk menjadi novis Karmel, ada acara penerimaan jubah novis. Acara ini diselenggarakan secara... biasa aja sih. Hehehe. Dalam ibadat siang, kami menerima jubah berwarna coklat. Ini namanya "tunika". 

Tentu dong seneng banget bisa menerima pakaian kebiaraan. Tapi, senengnya itu cuma bertahan beberapa saat. Kenapa? Ternyata, berjalan sambil memakai tunika itu... ribet. Hehehe. 

Hari-hari pertama memakai tunika, aku selalu tersandung waktu menapak di anak tangga. Maklum, belum biasa pakai pakaian panjang-panjang. Jalan cepat-cepat juga nggak bisa (karena bagian bawah tunika bakal nyrimpet-nyrimpet kaki). Terpaksalah aku sedikit mengangkat tunikaku, supaya kakiku bisa leluasa bergerak. Ehh, saat dilihat oleh Romo Magister, aku dimarahin, katanya kayak putri Solo, hehehe.

Setelah dua tahun menjalani masa novis, kami diperbolehkan mengucapkan kaul. Berarti: saatnya kami menerima pakaian biara yang lebih lengkap!

Romo Provinsial memakaikan skapulir kepada profesan.

Pada waktu perayaan Ekaristi kaul perdana, setelah mengucapkan kaul, kami satu per satu dipakaikan skapulir (bentuknya seperti celemek) dan kapus (seperti mozeta misdinar). Juga sekaligus menerima mantol putih, pakaian meriah dalam tradisi Karmel.

Tentu saat-saat yang menyenangkan saat berlutut di depan Romo Provinsial, menadahkan tangan, dan menyentuh untuk pertama kalinya (secara resmi) pakaian-pakaian itu. Sambil dibantu Romo Magister, Romo Provinsial memakaikan berturut-turut skapulir, mantol, dan kapus. 

"Mereka yang mengikuti Anak Domba, akan mengenakan pakaian putih, was wes wos...," kira-kira begitu doa yang diucapkan Romo. Aku menutup mata saking senangnya. Ketika disilakan berdiri, aku membuka mataku. Ya Tuhan, komentar pertamaku saat aku melihat pakaian-pakaian ini melekat padaku adalah, "Gombor-gombor sekali, ya?"

Pakaian lengkap Karmel, dari lapisan atas ke bawah: kapus putih-coklat, mantol putih, skapulir coklat, tunika coklat berikat-pinggang.


Apa aja sih sisi positif dan negatifnya pakaian kebiaraan?

Positif

    - Kelihatan gagah, apalagi jubah dan macem-macemnya berkibar-kibar saat kamu jalan.

    - Hangat, apalagi ketika kamu di tempat yang suhunya dingin (Batu, misalnya).

    - Menambah semangat kekudusan setiap kali melihat dan menyadari kalau kamu pakai jubah. (Ya, kalau inget sih.)

    -Bangga dengan identitas diri/ordo/tarekat.

Negatif

    - Ribet pakainya, apalagi kalau kamu masuk ke ordo/tarekat yang pakaiannya banyak hiasannya (Karmel, OSC, OCSO, dlsb.)

    - Panas, apalagi kalau kamu di tempat yang suhunya panas (Malang, misalnya).

    - Sulit mencucinya. Tunika punyaku aja udah luntur.


Yah, kira-kira begitulah sharingku tentang pakaian kebiaraan. Intinya, aku merasa bangga banget dengan pakaian kebiaraan Karmel milikku. Semoga tulisan ini bermanfaat!


Malang, 14 Agustus 2021

VIgilli Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peziarah dalam Harapan: Himne Tahun Yubileum 2025 (Pilgrims of Hope: 2025 Jubilee Hymn) - Bahasa Indonesia

Oh Ina Maria - Lagu Maria dari Flores - Teks Paduan Suara Sejenis

T'rimalah Ya Tuhan - Lagu Persembahan Inkulturasi Betawi - Teks Paduan Suara Sejenis